Januari 04, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan yang memerlukan perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga keselamatan, kesehatan, mencegah kebakaran dan persiapan penanggulangan bencana. Keselamatan Kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana didalamnya terdapat aspek manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja.
Upaya Keselamatan Kerja merupakan upaya meminimalkan pencegahan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) melalui upaya promotif, prefentif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang lain disekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang optimal. Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit. 
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mendapat beberapa rumusan masalah yang  akan di bahas di bab berikutnya. Adapun rumusan masalah yang timbul kemudian adalah, diantaranya :
1.              Apa pengertian K3 Rumah Sakit?
2.              Bagaimana Kebijakan pemerintah tentang K3 Rumah Sakit?
3.              Bagaimana keuntungan Rumah Sakit tanpa K3?
4.              Bagaimana dampak negative Rumah Sakit tanpa K3?

BAB II
PEMBAHASAN

A.            PENGERTIAN K3 dan RUMAH SAKIT
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. (Herry Abel 2009)
Rumah sakit yaitu suatu bahagian menyeluruh, ( Integrasi ) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.(WHO 1957)
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Fungsi Rumah sakit adalah pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitasi pasien) ( Depkes R.I. 1989 ) Maka sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah skit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan berhasil guna. ( Ilyas : 2001.)
Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan RI no. 983/ Menkes / 17/ 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spsialistik, dan sub spesialistik, sedangkan klasifikasi didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, ( Pendidikan dan Non Pendidikan ) kelas C dan Kelas D.
K3 rumah sakit adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang dan Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

v  Tugas dan Fungsi

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :
  • Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
  • Melaksanakan pelayanan medis khusus,
  • Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
  • Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
  • Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
  • Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi),
  • Melaksanakan pelayanan rawat inap,
  • Melaksanakan pelayanan administratif,
  • Melaksanakan pendidikan para medis,
  • Membantu pendidikan tenaga medis umum,
  • Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
  • Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
  • Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,
Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadii sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.
B.     KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG K3 PADA RUMAH SAKIT
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan itu berdasarkan kebijakan pemerintah terhadap K3 Rumah Sakit.
  1. Advokasi sosialisasi program K3 RS.
  2. Menetapkan tujuan yang jelas.
  3. Organisasi dan penugasan yang jelas.
  4. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan RS.
  5. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
  6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
  7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan.
  8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
9.      Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor risiko.
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.

C.     KEUNTUNGAN RUMAH SAKIT ADANYA K3
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 PASAL 23 sangat besar manfaat K3 bagi Rumah Sakit, yaitu :
1.      Bagi RS :
a.         Meningkatkan mutu pelayanan
b.         Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c.         Meningkatkan citra RS.
2.      Bagi karyawan RS :
a.         Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b.         Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
3.      Bagi pasien dan pengunjung :
a.         Mutu layanan yang baik
b.         Kepuasan pasien dan pengunjung
D.    DAMPAK NEGATIF  RUMAH SAKIT TANPA K3
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit.
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999).
 Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
 Jika konsep ilmu K3 tidak diterapkan di Rumah Sakit, maka bahaya-bahaya serta penyakit akibat kerja sangat susah untuk diminimalisir.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di RS, umumnya berkaitan dengan faktor biologik (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun gterus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestasi pada hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah); faktor psikologis (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien, gawat darurat dan bangsal penyakit jiwa).
Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dan sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Berdasarkan dari uraian diatas jelaskiranya bahwa K3 atau Kesehatan dan Kecelakaan Kerja sangatlah diperlukan dan semestinya menjadi suatu hal yang pokok dan mendasar dalam suatu perusahaan atau industri  bahkan di bidang kesehatan contohnya Rumah Sakit. K3 merupakan tnggung jawab bersama, tidak hanya pengusaha dan karyawan namun juga merupakan tanggung jawab setiap orang.           
Rumah sakit oleh WHO ( 1957 ) diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh, ( Integrasi ) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.

B.    SARAN


DAFTAR PUSTAKA

Abrar.2010. Peranan (k3) di rumah sakit / instansi kesehatan. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011 dari http://abrarenvirolink.blogspot.com/2010/03/peranan-k3-di-rumah-sakit-instansi.html

Anonim.2011. K3 Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2011 dari http://katigapedia.com/index.php/K3_Rumah_Sakit

Mukti U, Hari. 2010. Pedoman Penyelenggaraan K3 RS. Diakses pada tanggal  28 Oktober 2011 dari
Bagus, Prima Prasetyo. 2010. Makalah Tentang Fungsi K3. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011 dari



Januari 04, 2012

Epidemiologi Typoid

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Perhatian para tenaga kesehatan akan suatu penyakit makin hari makin berkembang. Dulu penyakit menular menjadi perhatian yang besar. Namun, perkembangan  yang mengarah pada era modernisasi muncul penyakit yang disebabkan karena lifestyle seseorang yang buruk dengan kata lain penyakit tidak menular.
Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan dunia ini, demam typoid menjadi masalah besar di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Angka kesakitan pada demam typoid menurut hasil survey di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun dan menduduki tempat nomor dua diantara 10 penyakit menular yaitu sebesar 34% pada tahun 1981 sampai 1986. (MAKARA, 2004,vol.8 no.2 h.59)
Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Demam typhoid saat ini masih sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Lebih dari 13 juta orang terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000 diantaranya meninggal dunia.
Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin.
Kasus demam typoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar 354-810/100.000 pertahun.Penyakit demam typoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6 %) dari penyakit yang tercatat.(Depkes RI, 2008)
Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini endemik diseluruh daerah di provinsi ini dan merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan, typhoid merupakan penyebab terpenting terjadinya septisemia terkait komunitas, dengan insiden rate yang dilaporkan melebihi 2500/100.000 penduduk.(Depkes RI, 2008)
Dari RS Fatmawati demam typoid termasuk dalam 10 kasus terbanyak morbiditas penyakit rawat inap. Pada tahun 1999, jumlah pasien yang dirawat  sebesar 414 orang, tahun 2000 sebesar 452 orang, dan 350 pada tahun 2001.(MAKARA, vol. 8, no. 1, h. 27)
Epidemiologi yang merupakan salah satu disiplin ilmu dalam ilmu kesehatan. Didasarkan atas pengamatan terhadap fenomena penyakit dalam masyarakat. Dalam perkembangannya, epidemiologi telah banyak berkecimpung dalam penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Epidemiologi mempelajari determinan, distribusidan frekuensi suatu penyakit dan masalah-masalah kesehatan lainnya.
Berdasarkan data kasus yang terjadi di belahan dunia , maka penulis tertarik untuk lebih mendalami dan mengidentifikasi epidemiologi demam typoid. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis membahas tentang epidemioogi demam typoid yang mencakup tentang distribusi, determinan  penyakit demam typoid.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana konsep epidemiologi?
2.      Apa itu penyakit demam typoid?
3.      Bagaimana konsep terjadinya penyakit demam typoid?
4.      Apa saja upaya pencegahan yang efektif untuk memberantas penyakit demam typoid?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui konsep terjadinya penyakit demam typoid
2.      Untuk mengetahui upaya penanggulangn terhadap penyakit typoid

D.     Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah yang berjudul “Epidemiologi Demam Typoid” yaitu sebagai berikut:
1.      Manfaat bagi Penulis
Dengan penulisan makalah ini, penulis mendapat  pengalaman dan ilmu pengetahuan tentang epidemiologi demam typoid.
2.      Manfaat Umum
Dapat dijadikan bahan  referensi  dan sumber informasi bagi pembaca, terutama bagi kalangan pelajar. pembaca mendapatkan informasi yang berhubungan dengan judul makalah ini.













BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karateristik suatu kelompok penduduk tertentu, dengan memperhatikan berbagai perubahan yang terjadi pada penduduk tersebut yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya.
Menurut asal katanya , secara etimologis berartti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiolog adalah ilmu mengenai kejadian penyakityang menimpa penduduk. Berasal  dari bahasa Yunani, dimana epi : upon, pada atau tentang; demos : people, penduduk: dan login : knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejara kelahirannya dimana mengenai penduduk pada waktu itu hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic (penyakit mengenai penduduk secara luas). (Masriadi Idrus, 2010, epidemiologi dasar, h.8)
Wade Hampton Frost (1972), guru besar epidemiologi di school of Hygiene University  John Hopkins) mendifinisikan epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena missal ( masa phenomena) penyakit infeksi atau sebagao riwayat alamiah (natural history) penyakit menular.( Masriadi Idrus, 2010, Epidemiologi Dasar, h.9)
Greenwood (1934) Profesor di School of Hygeine and Tropical Medicine London, mengemikakan batasan epidemiologi yang lebih luas dimana dikatakan bahwa epidemiologi mem[elajari tentang penyakit dan segala macam kejadian penyakit yang mengenai kelompok (Herd) penduduk.(Masriadi Idrus, 2010, Epidemiologi Dasar, h.10)
Brian Macmahon (1970) pakar epidemiologi di AS yang bersama Thomas F Pugh menulis buku epidemiologi : Principle and Method, menyatakan bahwa epidemiology is the study of distribution and determinants of disease frequency and men. Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab  kejadian penyakit pada manusia dan dapat terjadi ndistribusi semacam itu.(Masriadi Idrus, 2010, Epidemiologi Dasar, h. 10)
Dari beberapa pendapat para ahli epidemiolog di atas kita dapat menyimpulkan epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi, determinan dan frekunsi penyakit yang ada pada kelompok masyarakat dan masalah-masalah kesehatan lainnya.
Dari pengertian epidemiologi, maka bentuk kegiatan epidemiologi meliputi berbagai aspek kehidupan yang ada dalam kelompok masyarakat di suatu wilayah, baik berhubungan bidang kesehatan maupun di luar bidang kesehatan.

B.     Konsep Penyebab dan Proses Tejadinya Penyakit
Penyakit yang merupakan suatu gangguan yang alami di alami setiap manusia, tentunya memiliki penyebab suatu kejadian. Keadaan seperti ini sangatlah erat hubungannya dengan ilmu epidemiologi terhadap penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Penyebab terjadinya penyakit dalam perkembangan epidemiologi dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yaitu proses interaksi antara manusia (host) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment). Waktu juga mempengaruhi masa inkubasi, harapan hidup host, agen, dan durasi perjalanan penyakit.

                                                          HOST
Isosceles Triangle: TIME






ENVIRONMENT                                                        AGENTS

Menurut John Gordon (1970), model segitiga epidemiologimenggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (host), penyebab (agent), lingkungan (environment). Ia menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya batang di atas pengungkit, yang mempunyai titik tumpu ditengah-tengahnya. Pada kedua ujung batang tadi terdapat pengungkit , yaitu A (agent), H (host)dan tumpuangnya L (lingkungan). (Masriadi Idrus, 2010, Epidemiologi Dasar, hal 30)



Isosceles Triangle: L

          H                                                                                  A



Dalam teori keseimbangan , interaksi  antara ketiga unsure tersebut harus dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangannya, akan terjadi penyakit tertentu.
Model Gordon ini selain memberikan gambaran yang  umum tentang terjadinya penyakit pada masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis, dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada. (Masriadi Idrus, 2010, Epidemiologi Dasar, hal.34)
C.   Konsep Demam Typoid
            Demam typhoid atau dalam bahasa kesehariannya dikenal dengan nama penyakit tifus/tifes adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan ditularkan melalu anthropoda, yang berbeda dalam intensitas tanda-tanda dan gejala-gejala, beratnya penyakit, dan angka kematian. Selain oleh Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan oleh Salmonella paratyphi namun gejalanya jauh lebih ringan. Kuman ini umumnya terdapat dalam air atau makanan yang ditularkan oleh orang yang terinfeksi kuman tersebut sebelumnya.
            Demam typoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropic dibandingkan daerah yang berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalasen, dan kronik karier. Demam typoid adalah penyakit yang sistemik yang akut yang mempunyai karateristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlansung lebih kurang 3 minggu, yang disertai perut membesar.
            Demam typhoid saat ini masih sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Lebih dari 13 juta orang terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000 diantaranya meninggal dunia.
            Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Di Sulawesi Selatan, Indonesia. Demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini endemik diseluruh daerah di provinsi ini dan merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten.
            Penyakit typhoid hanya terdapat pada manusia. Karier serotype typhi merupakan reservoir uta manya. Beberapa pasien dapat menjadi karier kronik selama bertahun-tahun, terutama karena infeksi kronik pada kelenjar empedu dan traktus billiaris ditemukan. Jika pasien dengan typhoid belum pernah berkunjung di daerah yang endemik, sumbernya pasti berasal dari pengunjung daerah pasien atau orang lain yang menyediakan makanan. Bakteri ini dapat tersebar melalui sumber air pada area daerah berkembang atau daerah yang mengalami kerusakan pada sistem saluran air bersih.


D.  Konsep Penyebab Terjadinya Demam Typoid
            Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella typhi adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.
            Sekarang ini penyakit demam typoid masih merupakan masalah yang penting bagi anak dan masih menduduki masalah penting mengenai prevalensi penyakit menular. Hal ini desebabkan factor hygiene dan sanitasi yang kurang masih memegang peranan penting yang tidak habis di atas satu tahun. Maka memerlukan perawatan yang khusus karena anak masih dalam taraf perkembangandan pertumbuhan. (Sujaryo Hadisaputro, 1989)
            Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Sepeti yang sudah disebutkan, transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa inkubasi yang lebih singkat. Transmisi di negara berkembang terjadi secara water-borne dan food-borne.
            Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi yang belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan.
            Faktor resiko lainnya adalah orang dengan status imunocompromised dan orang dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat, misalnya orang dengan achlorhydia akibat proses penuaan.
            Kejadian proses terjadinya dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini :

                                  H
Isosceles Triangle: L



                                                                                                                                A

            Dalam kasus demam typoid,  titik tumpu bergeser dikarenakan kondisi hygiene dan sanitasi yang buruk sehingga keseimbangan terganggu. Pergeseran yang terjadi memudahkan A (Salmonella typhi) memasuki tubuh H (host) dan menimbulakan penyakit demam typoid.
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
E.  Upaya Pencegahan Demam Typoid
            Epidemiologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang sasarannya mengupayakan pencegahan dan penangulangan penyakit tertentu. Pencegahan adalah upaya tindakan yang dilakukan sebelum kejadian.
            Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakitsecara umum, yakni:
1.      Pencegahan tingkat dasar
Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention ) adalah usaha mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum. Pencegahan  ini  meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja, dengan tidak mengabaikan orang dewasa  dan kelompok mannula.
2.      Pencegahan tingkat pertama (primery prevention)
Pencegahan tingkat pertama ( primary prevention) merupakan usaha pencegahan penyakit melalui usaha mengatasi atau mengontrolfaktor-faktor risiko dengansasarn utamanya adalah orang sehat dari penyakit demam tyoid melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan manusia dengan agent penyakit demam typoid (S. typhi),lingkungan dan kejadian penyakit. Sasarn pencegahan tingkat pertama pada demam typoid meliputi yaitu:
a.       Sasaran terhadap agent (Salmonella typhi)
·         Melakukan penyemprotan terhadap
·         Mengurangi dan menghilangkan sumber penyebab dan mengurangi setiap factor
b.      Sasaran terhadap lingkungan
·         Perbaikan sanitasi lingkungan
·         Pemberantasan serangga
·         Peningkatan derajat social masyarakat
c.       Sasaran terhadap host
·         Perbaikan gizi
·         Pemberian  imunisasi
·         Peningkatan ketahanan fisik
3.      Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
Tujuan pencegahan tingkat kedua yaitu mencegah meluasnya penyakit wabah pada pennyakit menular dan menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Sasaran bagi mereka yang terkena penyakit demam typoid meliputi :
a.       Pemberian vaksin terhadap mereka terkena penyakit demam typoid. Ada 2 macam vaksin, yaitu vaksin hidup yang diberikan secara oral (Ty21A) dan vaksin polisakarida Vi yang diberikan secara intramuskular/disuntikkan ke dalam otot. Menurut FDA Amerika, efektivitas kedua vaksin ini bervariasi antara 50-80 %.
b.      Demam typhoid diobati dengan antibiotika yang dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Sebelum penggunaan antibiotika secara luas, angka kematian dari penyakit ini mencapai 20%. Kematian umumnya disebabkan oleh komplikasi typhoid antara lain radang paru paru, perdarahan usus, dan kebocoran usus. Dengan antibiotika yang tepat, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 1 sampai 2%. Dengan pengobatan yang pas, lamanya penyakit pun dapat ditekan menjadi sekitar seminggu. Berdasarkan hasil penelitian bahwa antibiotika kloramfenikol masih merupakan pilihan utamapengobatan demam typoid sedangkan seftriakson adalah antibiotika kedua yang digunakan pasien.
c.       Pemeriksaan berkala
d.      Pencarian penderita secara dini
4.      Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)
Tujuan utama dari pencegahan ini yaitu mencegah proses penyakit lebih lanjut, mencegah kecacatan, serta usaha rehabilitasi. Sasaran utama dari pencegahan ini adalahm penderita penyakit tertentu.
Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis, dan social seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik, rehabilitasi mental dan social.

F.  Beberapa  Contoh Kasus Penyakit Demam Typoid
1.      Typhoid Mary
Seorang laki-lakiasal Irlandia, Mary Mallon, disebut sebagai Typhoid Mary, dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kasus demam typhoid dalam 15 tahun. Di awal tahun 1900-an terjadi sekitar 350.000 kasus typhoid setiap tahunnya.di Amerika Serikat.
George Soper, seorang insinyur sanitasi, yang meneliti KLB demam typoid yang terjadi di NY tahun1900-an, membuktikan bahwa persediaan makanan dan minuman tidak lagi diduga sebagai media penyebaran penyakit typoid.
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa Mary Mallon telah bekerja sebagai juru masak di bannyak rumah yang terserang tipoid. Pemeriksaan bakteriologis pada tinja Mary Mallon memperlihatkan kalau Mary merupakan carrier tipoid kronis. Kasus Mary Mallon menunjukkan perhatian khusus perlu diberikan pada carrier kronis typoid yang telah menyebabkan dan menyebarkan typoid.
Dari tahun 1907, sampai 1910, Mary ditahan oleh petugas kesehatan sampai dibebaskan karena tuntutan hokum yang ia ajukan. The New York Supreme Court membela kepentingan penduduk dengan menjaganya tetap dalam tahanan. Typhoid Mary dibebaskan pada 1910. Dua tahun kemudian, terjadi demam typoid di RS New Jersey dan RS New York. Lebih dari 200 orang terserang. Ternyata Mary bekerja di kedua rumah sakit tersebut dengan nama yang berbeda.
Ditahun selanjutnya, Typhoid Mary  akhirnya bersedia di isolasi. Dan ia meninggal dengan usia 70 tahun.
Investigasi, penelusuran, dan pengendalian terhadap tipe penyakit tertentu yang dapat mempe gnaruhi sebagaian besar populasi merupakan ajaran epidemiologis yang didapat dari kasus Typhoid Mary.
2.      Kasus demam typhoid di Schenectady, New York
Ditahun 1939, Schenectady merupakan kota yang berpenduduk sekitar 90.000 jiwa . pada tanggal 20 Juni , petugas kesehatan menerima 5 laporan demam typoid.
Kurang lebih delapan tahun sebelum terjadi KLB typoid, didirikan sebuah perusahaan pengelolahan air yang mengunakan filtrasi pasir-cepat yang modern dan perusahaan itu dioperasikanoleh teknisi sanitasi. Kemudia dilakukan analisis bakteriologis harian di 6 titik pada system distribusi air.
Peraturan kota juga melarang menjual susu yang tidak dipasteurisasi dan produk susu yang tidak bersertifikat. Sekitar 75% susu di kota itu dipasok oleh dua pabrik susu besar. Selanjutnya, sekitar 95 % es krim kota dipasok dari dua pabrik besar. Semua pedagang ikan diwajibkan mendapat lisensi dari departemen kesehatan setempat.
Carier typoid diharuskan untuk melaporkan diri pada departemen kesehatan masyarakat. Ada sekitar 20 orang carier yang teridentifikasi. Survey yang dilakukan pada rumah sakit setempat menunjukkan 13 orang yang terkena demam typoid.
3.      Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medic di RS Fatmawati pada periode Januari 2001-Desember 2002, pasien demam typoid anak sebanyak 244 pasien. Pasien tersebut terdiri dari 182 pasien tanpa penyakit penyerta, 53 anak dengan penyakit penyerta, dan 9 pasien telah menyelesaikan pengobatan.
4.      Di Palembang dari penelitian retrospektif selama 5 periode didapatkan 3 kasus.
5.      Hail rekapitulasi kunjungan di Puskesmas Tlogosari Wetan menunjukkan bahwa penyakit inimengalami peningkatan pada tahun 2008 angka kejadian penyakit ini  berkisar 156 kasus per 100.000 penduduk.

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masala dari judul makalah ini”Epidemiologi Demam Typhoid” maka penulis menyimpulkan bahwa :
1.      Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi, determinan dan frekunsi penyakit yang ada pada kelompok masyarakat dan masalah-masalah kesehatan lainnya untuk pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan untuk menanggulangi masalah kesehatan.
2.      Demam typhoid atau dalam bahasa kesehariannya dikenal dengan nama penyakit tifus/tifes adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan ditularkan melalui anthropoda, kuman ini umumnya terdapat dalam air atau makanan yang ditularkan oleh orang yang terinfeksi kuman tersebut sebelumnya.
3.      Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Sepeti yang sudah disebutkan, transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella thypi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa inkubasi yang lebih singkat.
4.      Beberapa upaya pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit demam typoid meliputi 4 tingkatan yaitu tingkat pencegahan dasar, pencegahan tingkat pertama, pencegahan tingkat kedua, dan pencegaan tingkat ketiga. Pencegahan disasarankan pada 3 aspek penyebab terjadinya penyakit yaitu host, agent, dan environment.

B.     Saran
      Adapun saran penulis dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.      Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
2.      Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai judul makalah ini.
3.      Diharapakan makalah ini dapat menambah literatur  pustaka.
















DAFTAR PUSTAKA


Idrus, Masriadi. 2010. Epidemiologi Dasar. Makassar : Faris Press.
Musnelina, Lili dkk.. Analisis Efektifitas Biaya Pengobatan Demam Typoid Anak di RS Fatmawati Tahun 2001-2002. MAKARA :Desember 2004. Jakarta. Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Indonesia.
Musnelina, Lili, dkk.. Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan Typoid Anak di RS Fatmawati Tahun 2001-2002. MAKARA : Juni 200. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Timmreck, Thomas C.. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar (terjemahan). Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Paramita,  Listya. 2011. Demam Typoid.  http://manossa.com/blog/?p=140.  Diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.
Aru Sudoyo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Hatta M, Smits HL. 2007. Detection of Salmonella Typhii By Nested Polimerase Chain in Blood, Urine, and Stools Samples. http://www.ajtmh.org. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.
Ryan KJ, Ray CG. 2004. Sherris Medical Microbiology. Fourth edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division.
Eipstein J, Hoffman. S. Typhoid Fever. In: Tropical Infectious Disease Volume 1.. 2006. USA: Elsevier Churchill Livingstone
Bhutta ZA. Current Concept in Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever . In : British Medical Journals . 2006. http://www.bmj.com. Diakses pada tanggal  8 Oktober 2011.